Budidaya jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)
Indonesia
merupakan negara yang mempunyai kekayaan berbagai jenis jamur. Sejak dulu kala
jamur sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang, tetapi pembudidayaannya masih
sedikit, baik dari jenis maupun jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang teknik budidaya dan sifat dari jamur. Jamur merupakan
organisme yang mudah dijumpai di alam bebas karena jamur dapat tumbuh
dimana-mana, terutama pada musim hujan.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur kayu karena
jamur ini banyak tumbuh pada kayu yang sudah lapuk. Disebut jamur tiram atau oyster mushroom karena bentuk tudungnya
agak membulat, lonjong dan melengkung seperti cangkang tiram. Menurut Chang
& Miles (1989) jamur tiram mempunyai pileus
seperti cangkang tiram, spatulate dan stipe eksentrik atau lateral. Stipe jamur
tiram tidak tepat berada di tengah tudung, tetapi agak ke pinggir.
Jamur tiram merupakan
salah satu jenis jamur yang enak dimakan serta mempunyai kandungan gizi yang
cukup tinggi bila dibandingkan dengan jamur lain. Selain itu jamur tiram juga
digunakan sebagai obat sejak dahulu kala. Berikut ini adalah perbandingan
nutrisi yang terkandung di dalam jamur tiram dengan jamur dan makanan lainnya:
Kandungan protein jamur tiram rata-rata 3,5-4% dari berat basah. Berarti
proteinnya dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Bila
dihitung dari berat kering jamur tiram kandungan proteinnya adalah 19-35%,
sementara beras 7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1% dan susu sapi 25,2%. Jamur
tiram juga mengandung sembilan asam-asam amino esensial yang tidak bisa
disintesis dalam tubuh yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin,
leusin, isoleusin, histidin dan fenilalanin. Kandungan lemak jamur tiram
setidaknya 72% dari total asam-asam lemaknya adalah asam lemak tidak jenuh.
Jamur tiram juga mengandung sejumlah vitamin penting terutama kelompok vitamin
B, vitamin C dan provitamin D yang akan diubah menjadi vitamin D dengan bantuan
sinar matahari. Kandungan vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), niasin dan
provitamin D2 (ergosterol)-nya cukup tinggi. Jamur merupakan sumber mineral
yang baik, Kandungan mineral utama yang tertinggi adalah kalium (K), kemudian
fosfor (P), natrium (Na), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Namun, jamur juga
merupakan sumber mineral minor yang baik karena mengandung seng, besi, mangan,
molibdenum, kadmium, dan tembaga. Konsentrasi K, P, Na, Ca dan Mg mencapai
56-70 persen dari total abu, dengan kandungan kalium sangat tinggi mencapai 45
persen. Menurut Chang dan Miles kandungan logam berat itu masih jauh di bawah
batas yang ditetapkan dalam undang-undang Fruit Product Order and Prevention of
Food Adulteration Act tahun 1954. Oleh karena itu jamur tiram sebagai sayuran
adalah aman dikonsumsi setiap hari, sumber yang baik untuk asam-asam amino yang
diperlukan dalam membentuk protein dalam tubuh, sumber yang baik untuk vitamin
terutama vitamin B1, B2 dan provitamin D2, dan sumber mineral terutama kalium
dan fosfor (Chang & Miles 1989)
Lebih dari 1000 spesies dari jamur tiram yang sudah ditemukan di seluruh
dunia, dan lebih dari 25 genera. Tetapi hanya sekitar 50 spesies saja yang
termasuk dalam genus Pleurotus. Jenis
Pleurotus ostreatus merupakan salah
satu jenis yang paling banyak dikenal dibandingkan jamur tiram lainnya (Chang
& Miles 1989). Jenis jamur tiram yang mulai banyak dibudidayakan
antara lain adalah:
1.
Jamur tiram putih, dikenal
dengan nama shimeji white (P. ostreatus var florida nom.prov)
2.
Jamur tiram abu-abu,
dikenal dengan nama shimeji grey (P. Sajor-caju (Fries) Sing.)
3.
Jamur tirm cokelat, dikenal
dengan nama jamur abalon (P. Cystidiosus O.K. Miller)
4. Jamur tiram merah,
dikenal dengan nama jamur shakura (P. flabellatus (Berk. Dan Br.) sacc
5. Jamur tiram hitam (P. Sapidus (Schulzer) Kalchbremer
(Cahyana et al. 1998).
Dari beberapa
jenis jamur tersebut, jamur tiram putih, abu-abu dan coklat paling banyak
dibudidayakan karena mempunyai sifat adaptasi dengan lingkungan yang baik dan
produktivitasnya cukup tinggi. Di alam jamur tiram banyak ditemukan tumbuh pada
pokok-pokok kayu yang sudah lapuk. Untuk budidaya jamur tiram, diusahakan
kondisi tumbuh yang sesuai dengan habitat tumbuhnya di alam. Faktor yang
berpengaruh adalah faktor media tumbuh dan faktor lingkungan.
Media pertumbuhan
jamur tiram menggunakan bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan hidup jamur
tiram seperti batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, campuran
serbuk kayu daan jerami atau alang-alang. Pada praktikum ini digunakan media
dari serasah akasia dan campuran serasah akasia dan serbuk kayu jeunjing (Albasia). Selain bahan baku tersebut
ditambahkan beberapa bahan tambahan antara lain sumber karbohidrat, lemak, dan
protein; kapur sebagai sumber mineral dan bahan untuk mengokohkan media.
Bahan-bahan tersebut ditambahkan mengingat jamur tiram termasuk organisme
heterotrof.
Media yang dibuat perlu diatur kadar
air serta pH-nya. Kadar air media diatur hingga 50-65% dengan menambahkan air
bersih. Apabila airnya kurang maka penyerapan nutrisi oleh jamur kerang
sehingga jamur akan kurus atau bahkan mati. Apabila airnya terlalu banyak maka
akan mengakibatkan busuk akar. Tingkat keasaman juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan jamur. Jika terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan
jamur tiram akan terhambat, bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan
mengganggu pertumbuhan jamur tiram. Keasaman atau pH media perlu diatur antara
pH 6-7 dengan menggunakan kapur.
Suhu pertumbuhan jamur tiram pada
saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan
tubuh buah). Suhu inkubasi berkisar antara 22-280C dengan kelembaban
60-80%, sedangkan suhu untuk pembentukan tubuh buah berkisar antara 16-220C
dengan kelembaban 80-90%. Pengaturan suhu dan kelembaban di ruangan dapat
dilakukan dengan penyemprotan atau penyiraman air bersih pada ruangan dan
baglog. Pengaturan kondisi lingkungan
sangat penting bagi pertumbuhan tubuh buah. Apabila suhu terlalu tinggi,
sedangkan kelembaban terlalu rendah maka primordia akan kering dan mati.
Sirkulasi udara perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram. Sirkulasi udara
harus cukup, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Intensitas cahaya
yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar 10% (Cahyana et al. 1998)
Jamur tiram dapat ditumbuhkan pada media kompos serbuk
gergaji kayu. Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu
25-390C. Agar bakal tubuh buah terbentuk biasanya dibutuhkan kejutan
fisik seperti perubahan suhu, cahaya, tingkat CO2, kelembaban
relatif udara dan aerasi. Suhu substrat yang tinggi dapat memicu pertumbuhan
mikroflora termofilik. Mikroorganisme termofilik tumbuh pada kisaran suhu 30-55oC,
ketika tumbuh mikroorganisme tersebut menghasilkan panas yang lebih pada
substrat sehingga dapat mematikan miselium jamur yang dibudidayakan. Substrat
sebaiknya memiliki konduktivitas panas yang rendah, oleh karena itu susunan
tinggi kompos kurang dari 25 cm dan log jamur tidak lebih dari 25 kg. Selama
pembentukan tubuh buah, beberapa jamur sensitif terhadap tingkat CO2
yang tinggi, sehingga tubuh buah yang terbentuk akan memiliki tangkai yang
panjang dan tudung yang kecil. Kisaran konsentrasi CO2 yang baik
untuk pertumbuhan galur tertentu dari P. ostreatus antara 550-700 ppm.
Faktor cahaya sangat menentukan pembentukan tubuh buah. Beberapa jamur akan
membentuk tubuh buah jika kekurangan cahaya. Untuk pembentukan tubuh buahnya Pleurotus
spp. diperlukan 8 jam penyinaran cahaya, namun Pleurotus yang tumbuh
tanpa cahaya akan membentuk struktur seperti koral dengan banyak tangkai yang
bercabang (bima.ipb.ac.id/.../cendawan/pleurotus_spp.jpg)
Jamur tiram merupakan jamur
pendegradasi lignin yang aktif. Lignin merupakan biopolimer kedua terbanyak di
dunia dan penguraiannya sangant penting untuk membuat selulosa yang merupakan
biopolimer karbon terbanyak di dunia. Jamur ini dapat tumbuh dengan mudah pada
berbagai macam substrat organik termasuk limbah pertanian dimana jamur tiram
dapat mendaur ulang untuk pakan ternak (www.jgi.doe.gov/.../why/CSP2007/
pleurotus.jpg)
Percobaan ini dilaksankan pada tanggal 8 April - 8 Mei 2008 pada saat menempuh mata kuliah biotek cendawan di FMIPA IPB untuk membandingkan budidaya jamur tiram menggunakan serasah daun akasia dan serbuk kayu. Akasia adalah tumbuhan yang termasuk dalam
kelompok famili Mimosaceae (Tjitrosoepomo, 2002). Tumbuhan ini mampu
tumbuh hingga mencapai ketinggian 30 meter, dan diameter mencapai 60 cm.
Bunganya lembut dan memiliki aroma yang manis. Pada saat mekar sempurna,
bunganya berbentuk seperti sikat botol
dan berwarna kuning tua (Mackey 1996).
Subagyo (1994)
menyatakan bahwa makin tua umur tumbuhan akasia, maka jumlah daun yang gugur
akan semakin banyak. Serasah
daun tumbuhan ini sangat sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme sehingga
menimbulkan tumpukan serasah di lantai hutan, akibatnya proses mineralisasi
menjadi berjalan lambat. Tumpukan serasah tersebut menyebabkan terjadi
stagnansi siklus hara pada musim kemarau (Supriyanto, 1999). Kadar P tanah di
lantai hutan akasia menurun seiring meningkatnya umur tanaman tersebut, hal ini
terjadi karena pasokan P ke dalam tanah dari penguraian serasah daun berjalan
sangat lambat sedangkan kebutuhan tumbuhan akan unsur P meningkat (Subagyo 1994).
Akasia kaya akan
metabolit sekunder, berupa tannin pada daun, kulit batang dan juga
akarnya, sehingga kurang mendukung kehidupan biologis di lantai hutannya
(Sjostrum, 1998). Getah akasia juga
diketahui mengandung 5,4% abu; 0,98 % nitrogen; 1,49 % metoxyl; dan 32,2
% asam uronik (Duke 2005).
Kayu tropis seperti jeunjing mempunyai kadar selulosa
48,33%, lignin 27,28% dan pentosan 16,34% dengan rasio C/N = 53,17/0,25
(Nurhayati, 1988). Kayu jeunjing memiliki berat jenis yang rendah, yaitu
minimum 0,24 dan maksimun 0,49 dengan rata-rata 0,33 (Widarman 1984).
Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan dengan
bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa. Selulosa merupakan polimer glukosa
linear dengan ikatan glikosidik α-1,4. setiap serat selulosa tersusun oleh
kira-kira 3000 molekul glukosa dengan BM diperkirakan mencapai 500 000 (Nevel &
Zeronian 1985).
Lignin
merupakan senyawa dengan rantai karbon yang sangat kompleks dengan berat
molekul yang tidak terbatas. Lignin merupakan suatu senyawa kompleks yang tidak
dapat dicerna, akan tetapi secara alami lignin dapat terdegradasi menjadi
karbondioksida, biomassa mikroorganisme maupun mineral(Kirk et al. 1980).
Dari percobaan ini terlihat setelah panen ke
delapan jumlah total berat basah dari jamur tiram yang ditanam pada media campuran
serasah akasia dan serbuk gergaji kayu jeunjing adalah 954.55 gram, dan total
berat keringnya adalah 121.8 gram. Jamur tiram yang ditanam pada media serasah
akasia saja setelah panen ke delapan jumlah total berat basahnya adalah 436
gram sedangkan total berat kering adalah 48.9 gram. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan jamur tiram pada media campuran
serasah akasia dan serbuk kayu jeunjing lebih baik daripada pertumbuhan jamur
tiram pada media serasah akasia saja.
Pertumbuhan jamur tiram yang lebih baik pada
media campuran serasah akasia dan serbuk kayu jeunjing dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal :
- Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu,
jamur ini banyak tumbuh pada kayu yang sudah lapuk sehingga media yang
mengandung serbuk kayu jeunjing lebih cocok untuk pertumbuhannya.
- Kayu jeunjing memiliki
kandungan selulosa 48,33%, lignin 27,28% dan
pentosa 16,34% dengan rasio C/N = 53,17/0,25 (Nurhayati, 1988),
sehingga merupakan sumber nutrisi
yang baik bagi jamur. Akasia mempunyai kandungan lignin 54,2%, selulosa
50.75% (komunikasi pribadi dengan Bapak Samingan). Kandungan lignin di
serasah akasia lebih tinggi daripada kayu jeunjing. Lignin merupakan
senyawa yang sulit didegradasi sehingga pertumbuhan jamur tiram pada
serasah akasia tidak sebaik pada media campuran serasah akasia dengan kayu
jeunjing.
Disamping faktor media faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan jamur tiram. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
jamur tiram adalah :
- pH medium, tingkat keasaman
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Jika terlalu rendah atau
terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur tiram akan terhambat, bahkan
kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan mengganggu pertumbuhan jamur
tiram.
- Kadar air media diatur hingga 50-65%
dengan menambahkan air bersih. Apabila airnya kurang maka penyerapan
nutrisi oleh jamur kerang sehingga jamur akan kurus atau bahkan mati.
Apabila airnya terlalu banyak maka akan mengakibatkan busuk akar
- Suhu, suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan tubuh buah). Suhu inkubasi berkisar antara 22-280C dengan kelembaban 60-80%, sedangkan suhu untuk pembentukan tubuh buah berkisar antara 16-220C dengan kelembaban 80-90%. Pengaturan suhu dan kelembaban di ruangan dapat dilakukan dengan penyemprotan atau penyiraman air bersih pada ruangan dan baglog (Cahyana et al. 1998). Suhu substrat yang tinggi dapat memicu pertumbuhan mikroflora termofilik. Mikroorganisme termofilik tumbuh pada kisaran suhu 30-55oC, ketika tumbuh mikroorganisme tersebut menghasilkan panas yang lebih pada substrat sehingga dapat mematikan miselium jamur yang dibudidayakan. Substrat sebaiknya memiliki konduktivitas panas yang rendah, oleh karena itu susunan tinggi kompos kurang dari 25 cm dan log jamur tidak lebih dari 25 kg (bima.ipb.ac.id/.../cendawan/pleurotus_spp.jpg).
- Sirkulasi udara perlu
diperhatikan dalam budidaya jamur tiram. Sirkulasi udara harus cukup, tidak terlalu
besar dan tidak terlalu kecil. Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar
10% (Cahyana et al. 1998). Faktor cahaya sangat menentukan pembentukan tubuh
buah. Beberapa jamur akan membentuk tubuh buah jika kekurangan cahaya.
Untuk pembentukan tubuh buahnya Pleurotus spp. diperlukan 8 jam
penyinaran cahaya, namun Pleurotus yang tumbuh tanpa cahaya akan
membentuk struktur seperti koral dengan banyak tangkai yang bercabang (bima.ipb.ac.id/.../cendawan/pleurotus_spp.jpg)
- Selama
pembentukan tubuh buah, beberapa jamur sensitif terhadap tingkat CO2
yang tinggi, sehingga tubuh buah yang terbentuk akan memiliki tangkai yang
panjang dan tudung yang kecil. Kisaran konsentrasi CO2 yang
baik untuk pertumbuhan galur tertentu dari P. ostreatus antara
550-700 ppm
- Pasteurisasi
dilakukan dengan maksud memutuskan lignin dengan ikatan karbohidrat dan
membunuh mikroba yang menggangu pertumbuhan miselium jamur. Teknik
pasteurisasi dilakukan pada substrat dengan suhu uap antara 60 – 100o
C dengan lama pasteurisasi tergantung dari jenis substrat yang digunakan
(Chang dan Quimio, 1982).
Dalam praktikum ini
faktor lingkungan tidak diamati sehingga tidak dapat dibahas lebih jauh
bagaimana faktor lingkungan tersebut mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram pada
medium campuran serasah akasia dengan kayu jeunjing dan pada medium serasah
akasia saja. Di samping itu tidak diperlakukan perbedaan faktor lingkungan
antara jamur yang ditanam pada medium campuran serasah akasia dengan kayu
jeunjing dan pada medium serasah akasia saja, sehingga dianggap faktor
lingkungan untuk kedua medium itu sama kecuali faktor kelembaban medium (kadar
air) karena kemungkinan penyiraman antara jamur yang ditanam pada medium
campuran serasah akasia dengan kayu jeunjing lebih baik daripada jamur yang
ditanam pada medium serasah akasia saja sehingga pertumbuhan jamur pada medium
campuran serasah akasia dengan kayu jeunjing lebih baik daripada jamur yang
ditanam pada medium serasah akasia saja.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. ______. Jamur Tiram. http://id.wikipedia.org/wiki/jamur_tiram
[3-6-2008]
Anonim. ______. Pertumbuhan dan
perkembangan Jamur Tiram (Pleurotus
spp.): bima.ipb.ac.id/.../cendawan/pleurotus_spp.jpg [3-6-2008]
Anonim. _____. Why Sequence the Oyster Mushroom: www.jgi.doe.gov/.../why/CSP2007 /pleurotus.jpg
[3-6-2008]Cahyana YA, Muchrodji, Bakrun M. 1998. Jamur
Tiram Pembibitan Pembudidayaan, Analisis Usaha. Bogor: Penebar Swadaya
Chang S, Miles PG. 1989. Mushroom Cultivation, Nitritional Value,
Medicinal Effect and Environmental Impact. 2-ed: CRC Press
Dowdy,
S. & Stanley, W. 1982. Statistics For Research. New York : John Wiley and
Sons.
Gunawan, A.W. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Isnawan
H et al. 2003. Teknologi Bioproses
Pembibitan dan Produksi Jamur Tiram untuk Peningkatan Nilai Tambah Pertanian. Prosiding
Seminar Teknologi. Vol III.
http://www.iptek.net.id/ind.
Parlindungan,
A. K. 2000. Pengaruh
konsentrasi urea dan TSP di dalam air rendaman baglog alang- alang terhadap
pertumbuhan dan produksi jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI.
Pekanbaru, September 2000.
Parlindungan, A.K. 2000. Perbandingan
pertumbuhan dan produksi jamur Tiram
Kelabu (Pleurotus sajor caju) pada beberapa medium alternatif. Jurnal Natur Indonesia 3: 39-46.
Parlindungan, A.K. 2001.
Karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur Kuping Merah (Auricularia yudae)
pada baglog alang-alang. Jurnal Natur
Indonesia 3: 113-1
No comments:
Post a Comment