Sunday, December 8, 2019

Budidaya jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

            Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan berbagai jenis jamur. Sejak dulu kala jamur sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang, tetapi pembudidayaannya masih sedikit, baik dari jenis maupun jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang teknik budidaya dan sifat dari jamur. Jamur merupakan organisme yang mudah dijumpai di alam bebas karena jamur dapat tumbuh dimana-mana, terutama pada musim hujan.
        Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada kayu yang sudah lapuk. Disebut jamur tiram atau oyster mushroom karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan melengkung seperti cangkang tiram. Menurut Chang & Miles (1989) jamur tiram mempunyai pileus seperti cangkang tiram, spatulate dan stipe eksentrik atau lateral. Stipe jamur tiram tidak tepat berada di tengah tudung, tetapi agak ke pinggir.
          Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang enak dimakan serta mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan jamur lain. Selain itu jamur tiram juga digunakan sebagai obat sejak dahulu kala. Berikut ini adalah perbandingan nutrisi yang terkandung di dalam jamur tiram dengan jamur dan  makanan lainnya:
Kandungan protein jamur tiram rata-rata 3,5-4% dari berat basah. Berarti proteinnya dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Bila dihitung dari berat kering jamur tiram kandungan proteinnya adalah 19-35%, sementara beras 7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1% dan susu sapi 25,2%. Jamur tiram juga mengandung sembilan asam-asam amino esensial yang tidak bisa disintesis dalam tubuh yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin dan fenilalanin. Kandungan lemak jamur tiram setidaknya 72% dari total asam-asam lemaknya adalah asam lemak tidak jenuh. Jamur tiram juga mengandung sejumlah vitamin penting terutama kelompok vitamin B, vitamin C dan provitamin D yang akan diubah menjadi vitamin D dengan bantuan sinar matahari. Kandungan vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), niasin dan provitamin D2 (ergosterol)-nya cukup tinggi. Jamur merupakan sumber mineral yang baik, Kandungan mineral utama yang tertinggi adalah kalium (K), kemudian fosfor (P), natrium (Na), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Namun, jamur juga merupakan sumber mineral minor yang baik karena mengandung seng, besi, mangan, molibdenum, kadmium, dan tembaga. Konsentrasi K, P, Na, Ca dan Mg mencapai 56-70 persen dari total abu, dengan kandungan kalium sangat tinggi mencapai 45 persen. Menurut Chang dan Miles kandungan logam berat itu masih jauh di bawah batas yang ditetapkan dalam undang-undang Fruit Product Order and Prevention of Food Adulteration Act tahun 1954. Oleh karena itu jamur tiram sebagai sayuran adalah aman dikonsumsi setiap hari, sumber yang baik untuk asam-asam amino yang diperlukan dalam membentuk protein dalam tubuh, sumber yang baik untuk vitamin terutama vitamin B1, B2 dan provitamin D2, dan sumber mineral terutama kalium dan fosfor (Chang & Miles 1989)
Lebih dari 1000 spesies dari jamur tiram yang sudah ditemukan di seluruh dunia, dan lebih dari 25 genera. Tetapi hanya sekitar 50 spesies saja yang termasuk dalam genus Pleurotus. Jenis Pleurotus ostreatus merupakan salah satu jenis yang paling banyak dikenal dibandingkan jamur tiram lainnya (Chang & Miles 1989). Jenis jamur tiram yang mulai banyak dibudidayakan antara lain adalah:

1.      Jamur tiram putih, dikenal dengan nama shimeji white (P. ostreatus var florida nom.prov)
2.      Jamur tiram abu-abu, dikenal dengan nama shimeji grey (P. Sajor-caju (Fries) Sing.)
3.      Jamur tirm cokelat, dikenal dengan nama jamur abalon (P. Cystidiosus O.K. Miller)
4.      Jamur tiram merah, dikenal dengan nama jamur shakura (P. flabellatus (Berk. Dan Br.) sacc
5.      Jamur tiram hitam (P. Sapidus (Schulzer) Kalchbremer (Cahyana et al. 1998).
Dari beberapa jenis jamur tersebut, jamur tiram putih, abu-abu dan coklat paling banyak dibudidayakan karena mempunyai sifat adaptasi dengan lingkungan yang baik dan produktivitasnya cukup tinggi. Di alam jamur tiram banyak ditemukan tumbuh pada pokok-pokok kayu yang sudah lapuk. Untuk budidaya jamur tiram, diusahakan kondisi tumbuh yang sesuai dengan habitat tumbuhnya di alam. Faktor yang berpengaruh adalah faktor media tumbuh dan faktor lingkungan.
Media pertumbuhan jamur tiram menggunakan bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan hidup jamur tiram seperti batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, campuran serbuk kayu daan jerami atau alang-alang. Pada praktikum ini digunakan media dari serasah akasia dan campuran serasah akasia dan serbuk kayu jeunjing (Albasia). Selain bahan baku tersebut ditambahkan beberapa bahan tambahan antara lain sumber karbohidrat, lemak, dan protein; kapur sebagai sumber mineral dan bahan untuk mengokohkan media. Bahan-bahan tersebut ditambahkan mengingat jamur tiram termasuk organisme heterotrof.
            Media yang dibuat perlu diatur kadar air serta pH-nya. Kadar air media diatur hingga 50-65% dengan menambahkan air bersih. Apabila airnya kurang maka penyerapan nutrisi oleh jamur kerang sehingga jamur akan kurus atau bahkan mati. Apabila airnya terlalu banyak maka akan mengakibatkan busuk akar. Tingkat keasaman juga berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Jika terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur tiram akan terhambat, bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan mengganggu pertumbuhan jamur tiram. Keasaman atau pH media perlu diatur antara pH 6-7 dengan menggunakan kapur.
            Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan tubuh buah). Suhu inkubasi berkisar antara 22-280C dengan kelembaban 60-80%, sedangkan suhu untuk pembentukan tubuh buah berkisar antara 16-220C dengan kelembaban 80-90%. Pengaturan suhu dan kelembaban di ruangan dapat dilakukan dengan penyemprotan atau penyiraman air bersih pada ruangan dan baglog.  Pengaturan kondisi lingkungan sangat penting bagi pertumbuhan tubuh buah. Apabila suhu terlalu tinggi, sedangkan kelembaban terlalu rendah maka primordia akan kering dan mati. Sirkulasi udara perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram. Sirkulasi udara harus cukup, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar 10% (Cahyana et al. 1998)
Jamur tiram dapat ditumbuhkan pada media kompos serbuk gergaji kayu. Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu 25-390C. Agar bakal tubuh buah terbentuk biasanya dibutuhkan kejutan fisik seperti perubahan suhu, cahaya, tingkat CO2, kelembaban relatif udara dan aerasi. Suhu substrat yang tinggi dapat memicu pertumbuhan mikroflora termofilik. Mikroorganisme termofilik tumbuh pada kisaran suhu 30-55oC, ketika tumbuh mikroorganisme tersebut menghasilkan panas yang lebih pada substrat sehingga dapat mematikan miselium jamur yang dibudidayakan. Substrat sebaiknya memiliki konduktivitas panas yang rendah, oleh karena itu susunan tinggi kompos kurang dari 25 cm dan log jamur tidak lebih dari 25 kg. Selama pembentukan tubuh buah, beberapa jamur sensitif terhadap tingkat CO2 yang tinggi, sehingga tubuh buah yang terbentuk akan memiliki tangkai yang panjang dan tudung yang kecil. Kisaran konsentrasi CO2 yang baik untuk pertumbuhan galur tertentu dari P. ostreatus antara 550-700 ppm. Faktor cahaya sangat menentukan pembentukan tubuh buah. Beberapa jamur akan membentuk tubuh buah jika kekurangan cahaya. Untuk pembentukan tubuh buahnya Pleurotus spp. diperlukan 8 jam penyinaran cahaya, namun Pleurotus yang tumbuh tanpa cahaya akan membentuk struktur seperti koral dengan banyak tangkai yang bercabang (bima.ipb.ac.id/.../cendawan/pleurotus_spp.jpg)

Thursday, December 5, 2019


MIKORIZA
                 Praktikum pengamatan mikoriza ini saya lakukan pada saat saya masih menempuh studi S-2 di IPB tahun 2007-2009, tepatnya di tahun 2008, pada matakuliah bioteknologi cendawan. Praktikum ini bertujuan untuk mengamati:

1.      Produksi Scleroderma pada medium MMN dan dedak/bekatul
2.      Respon tumbuh tanaman  yang diinokulasi mikoriza
3.      Spora  Glomus, Acaulospora, Gigaspora, Entherophospora, Scutellospora dari preparat jadi dengan mikroskop cahaya
4.      Scleroderma dengan mikroskop cahaya
5.      Pengamatan kolonisasi akar dengan pewarnaan tripan blue
6.      Pengamatan ektomikoriza yang diinokulasi pada tanaman Shorea
   
          Mikoriza merupakan hubungan simbiosis mutualistik antara cendawan asal tanah dan akar tumbuhan, dimana cendawan akan memberikan nutrisi terutama P dan N kepada tumbuhan sedangkan tumbuhan memberikan hasil fotosintesis sebagai sumber C  cendawan. Pada tanah yang tidak subur, nutrien yang diserap oleh cendawan mikoriza dapat memicu pertumbuhan dan reproduksi tanaman. Sebagai hasil simbiosis antara cendawan dan akar tanaman ini akan menyebabkan tanaman lebih kompetitif dan mempunyai toleransi yang baik terhadap cekaman lingkungan daripada tanaman yang tidak bersimbiosis
            Kolonisasi mikoriza pada tanaman mempunyai kisaran inang yang luas. Hampir 95% dari tanaman bersimbiosis dengan mikoriza baik dari divisi lumut, paku-pakuan, maupun spermatophyta. Ada 2 jenis mikoriza yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza mempunyai ciri miselium cendawan tumbuh pada daerah antar sel (interselular) dari akar tanaman sedangkan endomikoriza miselium cendawan tumbuh pada daerah interseluler maupun intraseluler. Berikut ini adalah gambar perbedaan ektomikoriza dan endomikoriza:


           
 Morfologi akar tanaman yang bersimbiosis dengan endomikoriza tidak berubah, tetapi akar yang bersimbiosis dengan ektomikoriza epidermis akar lebih besar dan lebih panjang karena adanya zat pengatur tumbuh (IAA) yang dihasilkan oleh cendawan, akar tidak mempunyai rambut akar dan menghasilkan mantel akar.
            Tanaman yang bersimbiosis ada yang bersifat obligat mikoriza, fakultatif mikoriza atau non mikoriza. Tanaman obligat mikoriza tidak dapat melangsungkan hidupnya tanapa berasosiasi dengan mikoriza. Tanaman fakultatif  mikoriza akan memperoleh keuntungan jika berasosiasi dengan mikoriza terutama jika hidup pada tanah yang kurang subur, sedangkan tanaman non mikoriza mempunyai ketahanan terhadap kolonisasi mikoriza
            Ektomikoriza umumnya terdiri dari cendawan Basidiomycetes dan beberapa dari Ascomycetes. Miselium cendawan hidup di dalam akar tanaman tetapi tidah pernah penetrasi di dalam sel akar, hanya berada di daerah intersel. Pertukaran nutrien dan karbon terjadi pada jaringan Hartig. (Rizkita. 2006)

Endomikoriza terdiri dari Ektendomikoriza, Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM), Mikoriza Arbutoid, Mikoriza Monotropoid, Mikoriza Ericoid, dan Mikoriza Orchid. Berikut ini adalah perbedaan struktur ektomikoriza dan endomikoriza beserta jenis tanaman dan cendawan:                                                                                                   
                                                                                                                                       
      Mikoriza arbuskula merupakan simbiotik obligat yang umumnya tidak dapat dikulturkan pada media buatan di laboratorium. Kelompok ini terdiri dari 4 genera yaitu: Gigaspora, Glomus, Sclerocystis dan Acaulospora. Hifa masuk ke dalam akar melalui rambut akar atau dengan membentuk apresorium diantara sel epidermis. Hifa tumbuh di dalam sel akar (intraseluler) dan penetrasi dinding sel dari sel korteks menyebabkan invaginasi membran plasma, kemudian membentuk arbuskula dan pada beberapa spesies membentuk vesikula.
                                                                                                                                                                           Arbuskula adalah struktur yang bercabang banyak dan merupakan tempat transfer nutrien, tidak penetrasi dinding sel. Vesikula berbentuk oval dan dipekirakan sebagai tempat menimbun cadangan makanan.

Famili Gigasporaceae hanya membentuk arbuskula, tetapi tidak membentuk vesikula. Kelompok ini membentuk azigospora. Contoh dari famili Gigasporaceae adalah: Gigaspora dan Scutellospora.

         Famili Acaulosporaceae membentuk arbuskula dan vesikula. Famili ini terdiri dari beberapa genus seperti Acaulospora dan Entrophospora. Acaulospora membentuk spora pada hifa lateral sedangkan Entrophospora membentuk spora di dalam leher hifa.