Wednesday, September 25, 2019

Asam Sitrat



 PERTUMBUHAN KAPANG PENGHASIL ASAM SITRAT DENGAN MEMANFAATKAN MEDIA ONGGOK TAPIOKA
            Asam sitrat (C6H8O7) adalah asam organik yang banyak digunakan dalam industri, terutama indistri makanan, minuman, dan obat-obatan. Kurang lebih 60 % dari total produksi asam sitrat digunakan dalam industri makanan, dan 30 % digunakan dalam industri farmasi, sedangkan sisanya digunakan dalam industri kosmetika dan lainnya. Menurut Yigitoglu (1992) diperkirakan 70% dari produksi asam sitrat digunakan untuk kepentingan industri makanan dan minuman, 12% untuk industri farmasetikal, dan 18% untuk industri yang lain. Perkiraan produksi asam sitrat dunia sekitar 350.000 ton/tahun pada tahun 1986, sedangkan permintaan pasar kurang lebih 500.000 ton/tahun. Menurut Crueger & Crueger (1984) dalam industri minuman asam sitrat digunakan sebagai pemacu rasa, pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma, sebagai antioksidan, pengatur pH dan pemberi kesan rasa dingin.  Dalam industri makanan dan kembang gula, asam sitrat digunakan sebagai pemacu rasa, penginversi sukrosa, penghasil warna gelap dan pengkelat ion logam. Dalam industri farmasi, asam sitrat digunakan sebagai pelarut dan pembangkit aroma, sedangkan pada industri kosmetik digunakan sebagai antioksidan, sedangkan untuk industri kimia (25% dari penggunaan total) asam sitrat digunakan untuk agen antifoam, sebagai softener dan treatment pada tekstil. Pada industri logam, logam murni yang dihasilkan adalah logam sitrat.     Asam sitrat digunakan lebih banyak pada industri detergen karena dapat mengganti polifosfat. Tetapi harga asam sitrat yang lebih mahal bila dibandingkan dengan polifosfat menyebabkan penggunaannya terbatas, tetapi karena di beberapa tempat polifosfat dilarang, maka asam sitrat mengganti polifosfat secara total.
Secara alami asam sitrat terdapat pada buah-buahan seperti jeruk, nenas pear dll.  Asam sitrat pertama kali diekstrasi dan dikristalisasi dari buah jeruk, sehingga asam sitrat hasil ekstraksi dari buah-buahan ini dikenal sebagai asam sitrat alami. Pada suhu ruang asam sitrat berbentuk serbuk kristal putih. Dapat berbentuk anhidrat maupun monohidrat. Bentuk kristal anhidrat berasal dari air panas sedangkan bentuk monohidrat terjadi jika kristalisasi pada air dingin. Monohidrat dapat dikonversi menjadi bentuk anhidrat dengan pemanasan diatas suhu 740C (http://id.wikipedia.org/wiki/Citric_acid).
Pada tahun 1893, Wehner pertama kali melaporkan produksi asam sitrat sebagai hasil sampingan pada fermentasi produksi asam oksalat dengan menggunakan Penicillium glaucum. Tahun 1917, Currie juga melaporkan bahwa Aspergillus niger dapat menghasilkan asam sitrat pada medium pH rendah dengan kadar gula tinggi.  Sejak saat itu asam sitrat diproduksi secara komersial dengan menggunakan kapang A. niger.
Dewasa ini telah diketahui banyak jenis kapang yang dapat menghasilkan asam sitrat, seperti A. niger, A. awamori, A. fonsecaeus, A. luchuensis, A. wentii, A. saitoi, A. flavus, A. clavatus, A. fumaricus, A. phoenicus, Mucor viriformis, Ustulina vulgaris dll. Selain kapang, beberapa baktri dan khamir juga dapat memproduksi asam sitrat, diantaranya: Brevibacterium, Corynebacterium, Arthrobacter dan Candida. Menurut Yigitoglu (1992) sekarang asam sitrat diproduksi oleh fermentasi oleh kapang (Aspergillus niger). Sintersis secara kimia bisa dilakukan tetapi lebih murah jika menggunakan fermentasi dengan kapang. Tetapi sekitar 1% dari produksi dunia masih diproduksi dari buah jeruk di Meksiko dan Amerika Selatan karena secara ekonomi lebih menguntungkan.
Sejarah penemuan asam sitrat
Asam sitrat diyakini ditemukan oleh kimiawan Arab Yemen yaitu Jabir Ibn Hayyan yang hidup pada abad ke-8. Pada zaman pertengahan, para ilmuwan Eropa membahas sifat asam sari buah lemon dan limau; hal tersebut tercatat dalam ensiklopedia Speculum Majus dari abad ke-13 yang dikumpulkan oleh Vincent dari Beauvais. Asam sitrat pertama kali diisolasi pada tahun 1784 oleh kimiawan Swedia yaitu Carl Wilhelm Scheele yang mengkristalkannya dari sari buah lemon. Pembuatan asam sitrat skala industri dimulai pada tahun 1860, terutama menggandalkan produksi jeruk dari Italia.
Pada tahun 1893, C. Wehmer menemukan bahwa kapang Penicillium dapat membentuk asam sitrat dari gula. Namun demikian pembuatan asam sitrat dengan mikroba secara industri tidaklah nyata sampai perang dunia I mengacaukan ekspor jeruk dari Italia. Pada tahun 1917 kimiawan pangan Amerika James Currie menemukan bahwa galur tertentu kapang Aspergillus niger dapat menghasilkan asam sitrat secara efisien, dan perusahaan kimia Pfizer memulai produksi asam sitrat skala industri dengan cara tersebut dua tahun kemudian (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat).

Sifat fisika dan kimia
Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk menggendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air.
Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih. Serbuk kristal tersebut dapat berupa anhydrous (bebas air) atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat. Bentuk anhydrous asam sitrat mengkristal dalam air panas, sedangkan bentuk monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam air dingin. Bentuk monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk anhydrous dengan pemanasan di atas 74° C.
Secara kimia asam sitrat bersifat seperti asam karboksilat lainnya. Jika dipanaskan di atas 175° C, asam sitrat terurai dengan melepaskan karbondioksida dan air (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat).
              
Biosintesis Asam sitrat
Asam sitrat merupakan hasil metabolit primer dan dibentuk di dalam siklus trikarboksilat (TCA) dan glukosa merupakan sumber karbon utama. Umumnya, 80% dari glukosa yang digunakan akan diuraikan dengan reaksi pada lintasan Embden-Mayerhof-Parnas (EMP) (Crueger & Crueger 1984). Akumulasi asam sitrat dapat dibagi menjadi 3 proses:
1.      Penguraian heksosa menjadi piruvat dan asetil-koA melalui proses glikolisis
2.      Pembentukan oksaloasetat
3.      Kondensasi dari asetil-koA dan oksaloasetat menjadi asam sitrat
Sintesis asam sitrat melibatkan kondensasi unit asetil dengan oksaloasetat. Ini sangat penting untik menghasilkan oksaloasetat yang cukup agar produksi bisa berkesinambungan. Regenerasi oksaloasetat meliputi 4 mekanisme:
1.  Karboksilasi piruvat secara langsung yang dikatalisis oleh enzim malat dehidrogenase sehingga menghasilkan malat yang siap dioksidasi menjadi oksaloasetat
2.    Karboksilase piruvat yang dikatalisis oleh enzim piruvat karboksilase
3.  Karboksilasi dari fosfoenol piruvat (PEP) yang dikatalisis oleh enzim PEP karboksikinase
4.    Melalui siklus glioksilat yang melibatkan enzim kunci isositrat liase dan malat sintase
Piruvat karboksilase merupakan enzim yang penting untuk produksi asam sitrat.
Regulasinya sedikit, hanya dihambat secara lemah oleh 2-oksoglutarat dan tidak dipengaruhi oleh asetil koA. Fosfofruktokinase merupakan enzim regulator dari produksi asam sitrat oleh A. Niger. Enzim ini dihambat oleh konsentrasi yang tinggi dari asam sitrat dan ATP tetapi diaktivasi oleh ADP, AMP, fosfat anorganik dan ion amonium. Selama produksi asam sitrat ion amonium mengatasi penghambatan  PFK dengan sitrat dan ATP. Akonitase dan isositrat dehidrogenase merupakan enzim kunci yang sangat penting pada fermentasi asam sitrat. Aktivitas enzim ini menurun menjadi sangat rendah selama produksi sehingga menyebabkan kegagalan terjadinya siklus sedangkan  aktivitas sitrat sintase meningkat (Manson 1988 dalam Yigitoglu 1992).

 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi  asam sitrat secara fermentasi (http://permimalang.wordpress.com/2008/03/25/fermentasi-asam-sitrat)

  1. Mikroba
Saat ini produksi asam sitrat secara komersil menggunakan mutan Aspergillus niger, dan ada pula yang menggunakan Saccharomyces lipolytica, Penicillium simplicissimum, dan A. Foeitidus.

  1. Komposisi nutrisi media :  media fermentasi untuk biosintesis asam sitrat terdiri dari substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama terdiri dari substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme terutama sumber karbon, nitrogen dan fosfor. Selain itu ada air dan udara dapat pula dimasukkan sebagai substrat fermentasi.
    1. Sumber karbon
    2. Sumber nitrogen
    3. Sumber posfor : sumber fosfat  yang digunakan adalah trikalsium fosfat.
    4. Konsentrasi ion ferrosianida : konsentrasi ferrosianida berpengaruh terhadap produksi asam sitrat. Penambahan ferrosianida dilakukan 24  jam setelah inokulasi sebanyak 200 ppm. Jumlah sel yang dihasilkan berkurang dengan naiknya jumlah ferrosianida.
    5. Vitamin : vitamin yang sering ditambahkan adalah riboflavin.
  2. Proses fermentasi :
a.       Fermentor
b.      Persiapan kultur : jika digunakan kultur stok A.niger maka kultur harus direaktivasi dan dikultivasi dengan cara goresan pada petridish menggunakan medium PDA yang telah diasamkan dengan asam tartrat 10 % dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu 25°C. Konidia yang dibentuk kemudian dicuci dua kali dengan air destilat steril. Suspensi konidia yang akan digunakan sebagai inokulum dalam proses fermentasi harus mengandung 108 spora/ml.
c.       Jumlah inokulum : jumlah inokulum yang digunakan juga merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan. Jumlah inokulum sebesar 1 % cukup baik untuk fermentasi dalam fermentor teraduk.
d.      Fermentasi
e.       Waktu fermentasi : waktu fermentasi yang maksimum untuk  fermentasi asam sitrat tergantung kondisi fermentasi dan organisme yang digunakan. Penggunaan A. niger dengan substrat molase membutuhkan waktu 144 jam setelah inokulasi.
f.       Suhu : suhu 30°C adalah suhu yang paling baik. Jika suhu medium rendah, aktivitas enzim juga rendah sehingga mempengaruhi produksi asam, tetapi jika suhu meningkat di atas 30°C, biosintesis asam sitrat akan menurun dan terjadi akumulasi produk samping seperti asam oksalat.
g.      pH : untuk fermentasi asam sitrat pH optimum adalah 6,0. Penurunan pH menyebabkan produksi asm sitrat berkurang. Pada pH yang tinggi terjadi akumulasi asam oksalat.
Dalam pembahasan  ini, yang dijadikan sebagai inokulum adalah isolat mangga 1 dan mangga 2, keduanya termasuk genus Aspergillus yang diidentifikasi berdasarkan penampakan koloni dan pengamatan mikroskopis hifanya.
Total asam sitrat yang diperoleh  dari inokulum mangga 2 lebih tinggi daripada inokulum mangga 1, hal ini disebabkan  karena pertumbuhan isolat mangga 2 lebih bagus daripada mangga 1, disamping itu dari hasil perhitungan nilai  AU (Acid unitage) yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai AU isolat mangga 2 lebih tinggi daripada nilai AU mangga 1.
            Berdasarkan biosintesis asam sitrat yang merupakan hasil metabolit primer dari siklus asamtrikarboksilat (TCA), untuk mendapatkan asam sitrat yang banyak, maka dalam siklus TCA inokulum yang digunakan, seharusnya tidak ada ekspresi α-ketoglutarat dehidrogenase.
       Bila pertumbuhan isolat kapang yang digunakan tumbuh dengan baik berarti aktivitas α-ketoglutarat dehidrogenase terekspresi dengan baik sehingga banyak ATP yang dibentuk. ATP yang banyak terbentuk menyebabkan pertumbuhan kapang menjadi lebih baik, namun  asam sitrat yang dihasilkan sedikit karena aktivitas α-ketoglutarat dehidrogenase terekspresi dengan baik. Tetapi bila aktivitas α-ketoglutarat dehidrogenase-nya tidak terekspresi berarti ATP yang dibentuk sedikit menyebabkan  pertumbuhan kapang terhambat, dan asam sitrat yang dihasilkan lebih banyak karena  α-ketoglutarat dehidrogenase-nya tidak terekspresi.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Poeponegoro (http://digilib.ti.itb.ac.id/go.php) tentang mekanisme pengendalian akumulasi asam sitrat oleh Aspergillus niger yang dijelaskan sebagai berikut:
  1. Pada tingkat oksigen terlarut yang tinggi, limitasi fosfat di dalam mediumfermentasi menyebabkan pembentukan ATP terhambat, karena selama berlangsungnya pemindahan-elektron pada rantai-respirasi tidak terjadi 'kopling' dengan proses fosforilasi oksidatif.
  2. Pada tingkat pembentukan ATP yang rendah, akan semakin sedikit glukosa yang dikonsumsi untuk pembentukan energi dan biomassa, sehingga akan lebih banyak glukosa dan oksigen-terlarut yang tersedia bagi Aspergillus niger untuk biosintesis asam sitrat.
  3. Terhambatnya pembentukan ATP juga akan meningkatkan aktivitas enzim fosfofrukto-kinase dan piruvat dekarboksilase, sehingga memperlancar proses glikolisis untuk menjamin penyediaan asam piruvat dan asetil-KoA yang dibutuhkan dalam biosintesa asam sitrat.
  4. Pada kondisi demikian itu, akan tersedia cukup oksigen terlarut bagi Aspergillus niger untuk re-oksidasi NADH- glikolitik, sehingga proses glikolisis dapat menjadi aktif.
  5. Pada konsentrasi glukosa yang tinggi, enzim piruvat karboksilase menjadi aktif untuk menghasilkan asam oksaloasetat yang diperlukan bagi biosintesis asam sitrat. Dengan meningkatnya konsentrasi oksaloasetat, aktivitas enzim α-ketoglutarat dehidrogenase menjadi terhambat sehingga menyebabkan asam sitrat terakumulasi di dalam sel.
  6. Terjadinya defisiensi fosfat akibat limitasi fosfor di dalam medium menyebabkan aktivitas sistem transpor asam sitrat memuran sel menjadi mening kat sehingga merangsang ekskresi asam sitrat ke luar sel.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Poeponegoro  (http://digilib.ti.itb.ac.id/go.php) menunjukkan pula bahwa kondisi medium yang menghambat aktivitas respirasi oksidatif dan pertumbuhan kapang cenderung merangsang akumulasi asam sitrat. Sebaliknya kondisi medium yang merangsang pertumbuhan dan aktivitas respirasi oksidatif kapang cenderung menurunkan efisiensi produksi asam sitrat oleh Aspergillus niger. Hasil-hasil penelitian ini memberikan petunjuk adanya hubungan yang erat antara limitasi fosfor, konsentrasi miselium dan respirasi oksidatif kapang dengan efisiensi produksi asam sitrat oleh Aspergillus niger ATCC 11414. Kesimpulan ini didukung oleh hasil evaluasi efisiensi energetik yang menunjukkan bahwa efisiensi produksi asam sitrat (ζp) menurun dengan meningkatnya koefisien respirasi (RQ) kapang dan dengan meningkatnya fraksi energi substrat organik yang ditransfer ke biomassa (η ) dan yang timbul sebagai energi metabolik (ε).
Pemanfaatan onggok sebagai media produksi fermentasi untuk menghasilkan asam sitrat oleh kapang sangat menguntungkan karena murah dan mudah didapat. Selain itu pemanfaatan onggok sebagai media juga mengurangi dampak limbah pabrik tapioka dari yang tidak berharga menjadi berguna.
KESIMPULAN
1.      Dari hasil perhitungan nilai AU, hasil titrasi dan hasil spektrofotometer, total asam sitrat dan yield yang diperoleh  dari inokulum mangga 2 lebih tinggi daripada inokulum mangga 1
2.      Pertumbuhan isolat mangga 2 lebih bagus daripada mangga 1.  Bila pertumbuhan isolat kapang yang digunakan tumbuh dengan baik berarti aktivitas α-ketoglutarat dehidrogenase terekspresi dengan baik sehingga banyak ATP yang dibentuk. ATP yang banyak terbentuk menyebabkan pertumbuhan kapang menjadi lebih baik, namun  asam sitrat yang dihasilkan sedikit karena aktivitas α-ketoglutarat dehidrogenase terekspresi dengan baik. Tetapi bila aktivitas α-ketoglutarat dehidrogenase-nya tidak terekspresi berarti ATP yang dibentuk sedikit menyebabkan  pertumbuhan kapang terhambat, dan asam sitrat yang dihasilkan lebih banyak karena  α-ketoglutarat dehidrogenase-nya tidak terekspresi.
3.      Pemanfaatan onngok sebagai media produksi asam sitrat oleh kapang sangat menguntungkan di dunia industri karena murah dan mudah didapat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. _______. Citric acid:  http://id.wikipedia.org/wiki/Citric_acid (6 Juni 2008).
Anonim. _____. Fermentasi Asam Sitrat. http://permimalang.wordpress.com/2008/03/25/fermentasi-asam-sitrat. (6Juni 2008).
Crueger W, Crueger A. 1984. Biotechnology A Textbook of Industrial Microbiology. Madison: Science Tech Inc.
Poeponegoro M. 2005. Pengaruh Limitasi Nutrien Pada Fermentasi Asam Sitrat Secara Biak Rendam Dengan Kapang Aspergillus niger ATCC 11414.       http://digilib.ti.itb.ac.id/go.php. (7 Juni 2008).
Yigitoglu M. 1992. Biotecnology Production of Citric Acid by Fungi. Islamic Academy of Siences 5(2): 100-106










No comments:

Post a Comment