Saturday, November 23, 2019

Sabtu, 23 Nopember 2019
Praktikum pengamatan Protista

Hari Jumat  saya mengajar  kelas X IPA 2 dan Sabtu saya mengajar kelas X IPA 1 pada jam ke 1-2, X IPA 4 pada jam ke 3-4 dan X IPA 3 pada jam ke 5. Anak-anak membawa air kolam lele dan air dimana Hydrilla verticilata hidup. Alhamdulilllah hasil praktikum tidak mengecewakan. Anak-anak menemukan Spirogyra dengan kloroplasnya yang berbentuk spiral dengan jelas, Paramaecium yang lalu lalang bersama Euglena. Scenedesmus yang berbaris rapi, Chlorella dan Oedogonium






Salsa, siswa kelas X IPA 1 membawa alga merah dan hijau yang banyak tumbuh di pinggir pantai, yang kebetulan dekat rumahnya







Sunday, November 17, 2019

Tuban, 18 Nopember 2019

Buku Antologi Metamorfosa



              Buku Antologi Metamorfosa adalah karya instruktur dan peserta pelatihan VCT (Virtual Coordinator Training)  Batch 5 wilayah 104.5 yang meliputi daerah Mojokerto, Gresik dan Bojonegoro. Pada buku karya keroyokan ini saya menceritakan suka duka saya sebagai peserta VCT B 4 dan sebagai instruktur VCT B 5. Bu Emi Sri Wilujeng sebagai editor dan pak Lukman Hakim sebagai lay outer dengan dikomandani pak Setyo Basuki, buku ini menjadi menarik karena memuat kisah suka duka selama pelatihan VCT B 5.
             Buku Antologi ini menjadi istimewa karena ada pengantar dari Bapak Gatot Hari Priowirjanto, Koordinator 7 SEAMEO Center Indonesia. Selain itu tiga Tiga Pilar Virtual Coordinator Indonesia, yaitu Bapak Khairuddin Budiman (Aceh Timur), Bunda Umi Tira Lestari (Bogor), Ibu Siti Zulaikha (Wonogiri) serta seluruh Koordinator Wilayah Jawa Timur membagi ilmu dan cerita suka duka mengawal diklat daring ini. Berikut cuplikan isi buku Antologi metamorfosa ini.
            Pada Prolog buku ini menjelaskan SEAMEO (The Southeast Asian Minister of Education Organization) adalah sebuah lembaga antar pemerintah yang mencakup wilayah regional Asia Tenggara dan didirikan pada tahun 1965 atas kesePakatan antar pemerintah negara (negara Asia tenggara) dalam rangka mempromosikan kerja sama di bidang pendidikan dan kebudayaan. 
           Sebagai sebuah organisasi yang terus berupaya meningkatkan kemampuan sumber daya dan mengeksplor potensi tertinggi masyarakat regional, SEAMEO melakukan berbagai program dan projek yang ditujukan bagi pengembangan kapasitas manusia di Asia Tenggara. Selain itu juga demi menciptakan kehidupan yang lebih berkualitas, akses terhadap pendidikan yang sama rata, edukasi pendidikan yang bersifat preventif, kebudayaan dan tradisi, teknologi informasi dan  komunikasi, bahasa, pengentasan kemiskinan, pertanian dan sumber daya alam.
           Salah satu program SEAMEO SEAMOLEC adaah Virtual Coordinator Training (VCT). VCT ini adalah sebuah pelatihan yang meruPakan ide dari Dr. Gatot Hari Prihowijanto, yang merupakan Direktur SEAMEO Secretariat, yang mempunyai harapan besar untuk melhirkan koordinator-koordinator pelatihan online di negara kita tercinta. 
          Dalam kata pengantar, bapak Gatot di Boise Idaho USA, pada tanggal  8 Oktober 2019 mengatakan bahwa VCT ini adalah salah satu skill set abad 21 di mana kita dimudahkan belajar, berbagi, berkolaborasi, berkomunikasi, berfikir kritis dan mengantisipasi hal-hal baru untuk disinergikan dengan ilmu-ilmu yg dimiliki oleh para guru hebat. Pejuang sinyal di beberapa daerah, berbagi waktu antara keluarga dan tugas rutin dan kesempatan belajar lagi adalah salah satu cara  berbagi waktu yang baik dan efektif bagi yang sudah menyelesaikan VCT Batch 5 ini. Tak ada kata terlambat bagi yang belum selesai atau yang belum ikut program VCT. Ajak teman-teman disekitar sekolah anda untuk belajar lagi. Profesi guru merupakan suatu kehormatan dan kebahagian tersendiri.
Guru yang selalu belajar adalah tuntutan jaman. 
          Para guru hebat ini adalah SDM penjaga tol langit yang siap mendorong anak didik kita mendapatkan ilmu-ilmu dan skill baru dengan cepat dan sesuai dengan kebutuhan jamannya. Saya ucapkan selamat dan terimakasih pada para instruktur yang tidak kenal lelah membantu para guru  yang mau belajar dan selamat masuk dalam komunitas VCT bagi para guru yang baru lolos. Berbagi itu indah. Ayo kita berbagi ilmu pada mereka yang haus akan ilmu-ilmu baru yang bermanfaat untuk pendidikan.
             Dari Aceh, bapak Khairuddin, Sang konseptor VCI menceritakan tentang Guru Era Disrupsi, yaitu era dimana masyarakat menggeser aktivitas ang awalna dilakukan di dunia nyata bergeser dilakukan di dunia maya. Menurut beliau penggunaan internet yang masif dalam segala bidang atau dikenal dengan internet of things merambah sektor pendidikan juga. Bahkan lebih cepat dan lebih agresif. Jika dulu doktrin pendidikan dibawa ke dalam masyarakat, sekarang sebaliknya, kehidupan dunia maya dibawa nyata dalam lingkungan sekolah. Diskusi di sekolah bisa jadi tontonan youtube, trending topic sosial media, bahan ajar dari website, sumber pustaka belajar tinggal buka web searching, bahkan nasehat guru di kelas adalah fenomena sosial masyarakat dari negeri asing yang diperoleh di internet dibawa ke ruang kelas. Habit dan kondisi masyarakat sudah berubah, jika dulu anak-anak berkeliaran menikmati sore hari sepulang sekolah, sekarang anak-anak berkeliaran dengan teman-temannya untuk berkumpul mencari hotspot lalu sibuk dengan gawai masing-masing. Meski duduk bersebelahan, pikiran dan dunia ada pada telapak tangan masing-masing.
            Penggunaan internet menandai transformasi di era disrupsi tentu saja berdampak ganda, positif dan negatif. Sebut saja misalnya banyak anak-anak remaja yang belum siap menggunakan gawai dengan manfaat edukasi. Cakap berinternet namun cukup “licik” saat memperoleh manfaat
finansial, misal memiliki akun youtube lalu demi konten mengerjai orang tua di kampung dengan prank tuyul atau pocong. Banyak juga masyarakat kita yang terlalu cepat sharing tanpa saring isi berita, akhirnya informasi hasutan dan ujaran kebencian lebih mendominasi kehidupan masyarakat
daripada saling menghargai dan menghormati plurarisme. Era disrupsi membuat orang cakap berdigitalisasi namun masih belum cerdas menyikapi perubahan zaman.
            Dampak positif tentu saja ada untuk dipertahankan. Anak-anak memiliki informasi yang beragam yang nantinya akan membuat mereka lebih cerdas memilih informasi berguna. Banyak anak-anak yang belajar dari internet, berkarya menjadikan sesuatu inovasi yang membangggakan. Anak-anak dengan gaya belajar kekinian justru sangat otodidak serta lebih cepat memahami dari sumber-sumber bacaan dan tayangan simulasi di internet. Persis seperti yang ditulis Prof. Rhenald Kasali dalam Buku The Strawberry Generation, anak-anak yang hidup era milenial adalah tuan rumah internet of things, sementara kita, orang tua mereka justru pendatang di era disrupsi. Namun kecakapan teknologi anak-anak remaja dan pemuda ini butuh guru dan peran serta orangtua sebagai filtrasi dalam memonitor dan menjaga ritme yang sesuai antara jago IT dan tetap berakhlakul karimah.
           Teknologi tidak dapat dibendung, justru bagaimana cerdasnya kita memanfaatkan teknologi bagi kemaslahatan termasuk dalam bidang pendidikan. Menyadari hal tersebut Kemedikbud mengeluarkan Permendibud No 37 dan 38 tahun 2018 mengembalikan TIK menjadi pembelajaran di sekolah, bagi sekolah yang fisilitasnya serta pengajarnya mendukung.Saya melihat ini suatu itikad baik setelah sebelumnya pembelajaran TIK hadir di KTSP namun dihapus dengan alasan penggunaan komputer sudah menjadi habit masyarakat sehingga tidak perlu diajarkan pada sekolah. Enggak paradoks dengan kenyataan bahwa di sekolah ujian nasional dilaksanakan berbasis komputer sementara kecakapan komputer diharapkan diperoleh di luar sekolah. Karena itu, meski dengan konten berbeda, dengan esensi yang berbeda pula, jika KTSP kecakapan komputer diarahkan pada
kompetensi perkantoran, Microsoft Word, Excel, Powerpoint serta Photoshop. Namun mulai tahun pelajaran 2019, pembelajaran informatika lebih mengarah pada coding, augmented reality, virtual reality, aplied robotic, internet of things dan sebagainya. 
Lalu aPakah guru kita sudah cakap ?
Berkompeten untuk pembelajaran di atas ?.
            Beberapa waktu lalu saya (Bpk Kairuddin) menjadi juri bagi siswa SMK mengikuti Festival Literasi Sekolah di Provinsi Aceh. Karyakarya siswa sangat bagus, desain pdf menjadi buku digital
sangat memikat, tool pembuat buku digital sangat beragam dan bahkan beberapa saya baru tahu, termasuk tool mereka presentasi yang tidak hanya lagi menggunakan Ms. Power Point. Di sela-sela penjurian, saya tanya, siapa yang mengajarkan mereka membuat buku digital? Jawaban mereka
menghenyakkan saya, bukan guru. Mereka belajar, berkreasi, mencoba sendiri, menonton video tutorial di youtube atau membaca blog, academia dan sebagainya. Lalu menghasilkan karya. Sementara guru membimbing pada konten buku, teknik penulisan, estetika layout, border, etno dan kesesuaian dengan juknis perlombaan. Kolaborasi yang sempurna.
            Undangan WorldDidac dari SEAMEO tahun 2018 lalu di Bangkok semakin membuka mata saya terhadap skeptisnya kita pada anak-anak milenial yang seolah tidak mampu menggunakan teknologi secara positif. Anak-anak Indonesia, SMP, juara Augmented Reality, Tourism Promotion, dan sebagainya. Mereka sangat teliti dan mahir berteknologi secara berdaya guna. Dominan dari tool teknologi itu mereka sendiri yang mencoba dan belajar berkreasi, sementara peran guru pada ide konten dan muatan estetika.
            Guru harus lebih banyak belajar, setidaknya paham teknologi dan tidak memandang skeptis perubahan kecakapan teknologi pada siswa. Justru harus mengarahkan pada penggunaan yang tepat sembari tidak menghilangkan nilai-nilai karakter yang selama ini sudah berlangsung baik di sekolah. Penggunaan gawai untuk pembelajaran di sekolah pelan-pelan perlu digalakkan, termasuk untuk ujian harian atau semester. Kecakapan IT guru-guru memang lebih rendah dari siswa termasuk secara kuantitas.
           Kita beruntung, terutama di Indonesia, kegiatan kecakapan teknologi sangat terbuka untuk diikuti secara gratis, baik bersifat pelatihan maupun kompetisi. SEAMEO melaksanakan kegiatan pelatihan dan kegiatan setiap tahun. Mulai 2016 lalu dengan pelatihan berplatform Webex Video
Conference untuk digital class dan digital book bagi guru-guru Indonesia. Terus konsisten pelatihan antar sekolah melalui SEAMEO HUB, berbagi pengetahuan lintas sekolah difasilitasi SEAMEO. Lalu kompetisi SEACC SEAMEO SEAMOLEC yang tidak hanya berkompetisi, namun diawali dengan berbagai pelatihan dan pembimbingan guru kepada siswa. Banyak sekali pengetahuan dan keterampilan IT yang dapat diperoleh cuma-cuma, selain Augmented reality, virtual reality, aplied robotic, internet of things juga ada tourism promotion, healthy canteen, 2D development education game dan sebagainya. Bahkan hingga saat ini, SEAMEO yang berkantor di Indonesia konsisten
melaksanakan kegiatan dan pelatihan IT berbalut STEM seperti Scratch Coding di SEAQIM.
          Tinggal kemauan guru-guru Indonesia saja memperkaya pengetahuan demi kecakapan abad 21. Virtual Coordinator Indonesia yang akan menjelang batch 6 merupakan ajang bagus bagi guru secara kolaboratif meningkatkan pengetahuannya dalam pelatihan ini. Mulai dari proses rekrutmen digital, mengelola pelatihan online berbasis video conference, serta mendokumentasikan kegiatan secara digital dan internet adalah rangkaian keterampilan guru abad 21 yang selalu siap menghadapi tantangan era disrupsi. Tidak mungkin kita berharap output siswa sekolah kita baik jika proses yang
sejatinya dilakukan oleh guru tidak memfasilitasi siswa untuk kecakapan berteknologi secara positif.
           Ibu Siti Zulaiha, Founder Virtual Coordinator Indonesia membagi kisahnya dengan judul Membangun Tol Langit Indonesia. Beliau menceritakan pengalaman bagaimana awla mula  terbentukna diklat VCT. Adalah sebuah tantangan ketika disuatu hari mendapat kabar dari Bapak Gatot Hari Prijanto yang saat itu menjabat sebagai direktur SEAMEO yang berkantor di Bangkok Thailand, untuk berangkat ke Bangkok 7 sampai 15 Oktober 2018 bersama 2 guru Indonesia yang lain. Bagaimana tidak menjadi sebuah tantangan, dengan bahasa Inggris yang pas-pasan serta kemampuan yang tidak bisa dibanggakan, undangan itu merupakan jalan mimpi ke negeri lain.  Namun ketika diberi penjelasan jika undangan ini adalah untuk memberi ruang dengan apa yang sudah dilakukan di Seminar Online Selasaan (SOS) sebuah wadah untuk berbagi ilmu untuk guru se- Indonesia melalui video conference secara gratis semangat membara untuk belajar dan berkontribusi di dunia pendidikan Indonesia.
           Berangkatlah bertiga menuju Bangkok Thailand. 9 hari menggodog dan membuat konsep persiapan Indonesia menuju revolusi Industri 4.0 dibidang pendidikan khususnya untuk guru. Dari situlah lahirlah kegiatan Virtual Coordinator Training (VCT). Kegiatan yang mempersiapkan guru menjadi pelatih kegiatan dengan platform online khususnya melalui Webex. Kegiatan ini dipilih merujuk pada salah satu ciri revolusi industri 4.0 adalah percepatan dengan digitalisasi yang efisien dan efektif. Diharapkan ada transfer ilmu oleh dan untuk guru-guru Indonesia secara mudah, bisa
mempertemukan guru dari Sabang sampai Merauke secara online dan pastinya tidak butuh biaya yang mahal. Hal yang paling mendasar untuk kegiatan ini dibutuhkan jaringan internet. Namun hal tersebut bukan menjadi kendala karena sebagian besar wilayah di Indonesia sudah mempunyai
jaringan internet. Jika tahun 2018 banyak jalan tol yang sudah selesai dibangun, maka tol langit pun terbangun dengan kegiatan Virtual Coordinator Training (VCT).
          Dari Baturetno, di bulan Oktober 2019 bu Siti Zulaiha menambahkan pada VCT sebenarnya kecakapan menjadi presenter, host, moderator, QR Code dan lainnya hanyalah sebuah alat, namun ada hal besar yang luar biasa yaitu saat VCT dimulai ratusan bahkan ribuan ilmu tersebar diseluruh Indonesia.Inilah esensi persiapan revolusi industri 4.0. Berbagi ilmu dengan efektif dan efisien. VCT menjadi inspirasi tersendiri untuk membangun negeri pada bidang pendidikan. Sepatutnyalah  bersyukur terbangun tol langit, dan Virtual Coordinator Indonesia adalah penjaga tol langit. Dan saat ini sudah terbentuk Virtual Coordinator Indonesia Comunity (VCIC) yang dicanangkan dan  diresmikan oleh bapak Gatot HP selaku koordinator 7 SEAMEO Center Indonesia pada bulan Juli 2019 di Semarang Jawa Tengah. Diharapkan akan ada VCIC di daerah lain untuk menEnggakomodir kegiatan offline ataupun online alumni VCT untuk berkarya. Karena guru mulia karena karya. Hidup sekali harus berarti.
         Sementara bunda Umi Tira Lestari dari Bogor, salah satu Founder Virtual Coordinator Indonesia menceritakan Kekeulargaanku di VCT 104.5. Bunda Umi sangat bersemangat mendorong peserta VCT 104.5 untuk menyelesaikan tugas. Setiap hari selalau menyapa dan membagi informasi selama pelatihan dan sampai sekarang sudah menjadi alumni pelatihan VCT. Beliau menceritakan suka duka mengemong diklat VCT. Salah satu tugas beliau adalah merancang kegiatan Virtual
Coordinator Training untuk Indonesia, dari mulai agenda kegiatan, materi, tugas, flyer, pendaftaran sampai dengan pengumpulan tugas. VCT 1 mulai Oktober 2018, dan tak terasa sekarang sudah VCT 5, dengan lulusan VCT diharapkan memiliki kecakapan layaknya seorang koordinator, dimana
bisa membuat flyer, absen online, merekam, menjadi host, moderator dan pemateri serta menguplodnya ke youtube. Sehingga ketika kegiatan VCT sudah selesai bukan berarti selesai kegiatan nya, tapi disanalah tantangannya untuk mulai menerapkan apa yang sudah di dapatkan. Selamat kepada semua lulusan VCT dan teruslah berbagi apa yang sudah di dapatkan agar lebih bermanfaat. Hikmah dari cerita di atas adalah bahwa lakukanlah sesuatu itu tanpa berharap apa pun, lakukan secara ikhlas karena kita tidak pernah tau rencana Allah terhadap apa yang telah kita lakukan. Nah di Batch 5 VCT ini berbeda dengan awal VCT di jalankan, klo sekarang aku hanya memantau saja karena yang menjalankan sekarang adalah intruktur dibawah arahan Korwil masing-masing propinsi, sehingga otomatis saya tidak terjun langsung menghadapi para peserta pelatihan. Namun masuk grup tetep di beberapa propinsi masih ada. 
           Disebabkan tidak terjun langsung di grup setelah memperkenal diri, saya hanya memantau saja. Setelah acara pembekalan umum dan pembekalan dari masing – masing, masuklah masa penugasan. Tanggal 11 Agustus 2019 ada japri dari salah satu peserta VCT batch 5, setelah aku lihat ternyata dari kelompok 104.5, yang meminta aku menemani mengerjakan tugasnya. Belum aku iya kan sih, aku berusaha bertanya dulu pada koorditarornya, kebetulan koordinatornya bernama Bapak Setyo Basuki, tapi lama kelamaanku panggil Kangkung Setyo (hahaha), saya berusaha memohon ijin untuk mendampingi peserta boleh tidak. Ternyata responnya baik, sehingga jadilah saya mendampingi peserta baik menjadi host, moderator ataupun presenter. Tidak ada maksud melangkahi
siapa pun, tapi satu hal ketika membantu para peserta VCT adalah memberikan motivasi kepada pada peserta hanya itu saja.